Sunday, July 1, 2007

Koalisi Demi Rakyat - 25 Juni 2007

Dunia politik sedang heboh. Di tengah gemuruh hajat pilkada di beberapa daerah, berhembus kabar dari Medan. Yah, dikabarkan dua partai besar yakni Golkar dan PDIP tengah menjajaki kemungkinan untuk berkoalisi. Meskipun dikabarkan koalisi ini untuk menyongsong momen di 2009 namun tak ayal, hembusan kabar ini membuat konstelasi politik di daerah juga mengalami perubahan. Semua bertanya-tanya bagaimana koalisi yang akan dibangun. Apakah sekedar bagi-bagi kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan? Beberapa kekuatan politik di daerah yang sedang menyongsong Pilkada pun mulai gamang dan bertanya-tanya. Bagaimana dampak 'kabar Medan' ini harus mereka sikapi, dan bagaimana mekanisme membangun koalisi ini di tingkat lokal mengingat selama ini dua partai besar ini tengah getol bersaing memperebutkan kursi kepala daerah di beberapa kabupaten.Terlepas dari beragam dugaan akan koalisi tersebut, koalisi bukanlah hal yang membingungkan. Sebab bukankah dalam politik, tidak ada musuh ataupun teman yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Tentunya rakyat berharap kepentingan koalisi ini tidak hanya bagi-bagi kekuasaan ataupun 'kue pembangunan'. Tentunya rakyat juga amat sangat berharap bila koalisi politik tersebut dibarengi dengan sinergi untuk kesejahteraan rakyat demi mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan kerja. Semoga sinergisme dalam mewujudkan kepentingan inilah yang sedang dilakukan oleh dua partai besar ini.

Kelulusan Semu- 18 Juni 2007

Hasil kelulusan tingkat SMU/SMK/MA sudah diumumkan akhir minggu kemarin. Ada yang senang ada yang sedih. Ada yang sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan sekolah namun ada pula yang sedang dilanda kebingungan apa yang harus diperbuatnya pasca lulus.Yah, tingginya angka kelulusan biasanya akan diiringi dengan tingginya angka pengangguran yang meningkat.Tidak siapnya sistem pendidikan kita untuk mencetak manusia yang siap pakai membuat angka pengangguran selalu meningkat seiring dengan banyaknya siswa SMA yang lulus. Hal ini mungkin bisa dikecualikan untuk SMK dimana lulusan SMK memang dipersiapkan untuk bisa langsung bekerja ataupun berwiraswasta. Namun bagi lulusan SMA atau sekolah umum, hanya sebagian kecil dari mereka yang mungkin berkesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi tinggi dikarenakan mahalnya biaya pendidikan tinggi.Euforia kelulusan tahun ini mungkin harus dipandang ambigu. Di satu sisi membuktikan bahwa UN yang selama ini ditakuti tokh akhirnya bisa dilewati oleh mayoritas siswa SMA. Namun di sisi lain, karena sistem kelulusan hanya bertumpu pada UN, karenanya tidak membuat siswa bisa berkualitas dan siap bekerja setelah lulus. ke depan, kalau kelulusan peserta didik SMA/MA/SMK tidak dibarengi dengan peningkatan kemandirian peserta didik, maka tetap pengangguran dimana-mana, dan kalau peserta didik hanya diberi daftar lowongan pekerjaan, maka bangsa ini nungkin hanya akan selalu menjadi bangsa yang tertinggal.

Teroris yang Menggemparkan- 11 Juni 2007


Penemuan keberadaan teroris di wilayah Banyumas cukup menggemparkan warga. Apalagi di saat bersamaan tengah digelar hiruk pikuk Pilkades di sebagian besar wilayah Banyumas ini. Di tengah keramaian demokrasi lokal, warga dikejutkan dengan adanya salah satu warga yang diduga anggota teroris.Banyumas merupakan wilayah yang cukup ramai dengan pendatang Arus pendatang/migran yang masuk dari berbagai wilayah di Indonesia merupakan hal yang wajar pada sebuah daerah dengan perkembangan ekonomi seperti Banyumas. Adanya universitas negeri dan berkembangnya perekonomian di wilayah ini menyebabkan maraknya pendatang memasuki wilayah ini untuk bertempat tinggal ataupun mengadu nasib. Pergerakan manusia yang sangat cepat inilah yang kurang diantisipasi oleh pemerintah daerah maupun pemerintah lokal. Apalagi di tengah budaya individualisme saat ini dimana banyak warga yang tidak mempedulikan lingkungan sekitarnya. Masyarakat pun sebenarnya mempunyai peran dan tanggung jawab akan hal ini, dimana dalam lingkup kecil seperti RT [Rukun Tetangga] seharusnya administrasi keluar masuk warga yang bertempat tinggal bisa terdata dengan baik. Namun hal ini pun kadangkala luput mengingat rutinitas warga dalam kesehariannya. Administrasi kependudukan seringkali dianggap sebagai hal yang mudah namun senantiasa dipersulit. Banyak warga masyarakat yang enggan mendaftarkan dirinya sebagai pendatang mengingat berliku-likunya proses yang disyaratkan dalam pencatatan admininistratif tersebut. Padahal masalah administrasi kependudukan bukanlah menjadi tanggungjawab atau kebutuhan warga sematan namun mutlak menajdi kebutuhan dari pemerintah lokal setempat. Sehingga, aksi proaktif dari pemerintah lokal amat diperlukan agar memudahkan warga mengurus administrasi kependudukannya. Penanganan terorisme maupun menangkap pelaku terorisme memang mempersyaratkan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan pihak keamanan atau kepolisian. Eksistensi satuan lawan terorisme seperti Densus 88 tidak akan ada artinya bila tidak ada peran dari citizen soldier karena peran citizen soldier merupakan tulang punggung di dalam aksi untuk memperkecil ruang gerak teroris. Kegagalan berulang kali yang dialami Polri untuk menangkap pelaku teroris selama dua tahun terakhir merupakan bukti yang tak bisa dipungkiri bahwa upaya penanganan terorisme bukan wilayah mutlak dan tunggal dari Polri saja.

Tertib Berlalu Lintas, Tertib Pelayanan - 9 Juni 2007

Beberapa hari ini terlihat banyak spanduk dan baliho himbauan tertib berlalu lintas di jalan-jalan di kota Purwoketo. Mulai dari himbauan penggunaan helm standar, penggunaan lampu spion lengkap hingga himbauan menyalakan lampu di siang hari.Dikatakan himbauan-himbauan itu semata-mata ditujukan untuk keselamatan para pengendara dan pemakai jalan lainnya.Namun yang perlu diperbaiki lebih awal adalah bagaimana perilaku berlalu lintas para pemakai jalan. Untuk bisa berlalu-lalang di jalan, para pengendara diwajibkan memiliki SIM sebagai identitas pengendara yang merupakan surat izin mengemudi baik bagi kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Dalam razia kendaraan bermotor pun selalu ada dua hal yang ditanyakan petugas, yakni SIM dan STNK. Jelas STNK menjadi tanda pengenal kendaraan untuk menghindari tindak pencurian kendaraan bermotor. SIM tentunya juga merupakan tanda pengenal dari si pengendara bahwa ia layak berkendaraan dan mengerti tata tertib berlalu lintas. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa SIM seakan telah menjadi bisnis tersendiri. Dimana pembuatan SIM terbagi dua, ada yang jalur cepat dan ada jalur reguler. Jalur cepat tentunya membutuhkan biaya yang besar namun tidak mensyaratkan tes tertulis maupun tes praktek. Sementara jalur reguler harus ditempuh dengan waktu yang panjang dan kadangkala harus mengalami ketidaklulusan. Banyaknya para pemohon SIM yang melalui jalur cepat ini dianggap sebagai cara lebih efektif dan praktis, sehingga tidak membuang waktu. Namun tentu saja kualitas berkendaraan para pemohon SIM jalur cepat ini dipertanyakan, karena biasanya mereka tidak melalui tes-tes yang disyaratkan dalam membuat SIM. Namun tidak bisa dipungkiri pula adanya warga masyarakat yang tertib berlalu linats meskipun membuat SIM dengan jalur cepat. Memang semuanya amat tergantung pada kesadaran manusianya. Begitu pula dengan banyaknya rambu lalulintas yang dipasang, Sebanyak apapun rambu dipasang bila pengendara tidak memperhatikan keselamatan di jalan maupun keselamatan pemakai jalan lainnya tentu juga tidak akan berarti. Oleh karenanya sudah sewajarnya bila keinginan aparat agar para pengendara tertib berlalu lintas haruslah disertai juga dengan tertibnya pelayanan yang diberikan pihak kepolisian dalam memberikan SIM (Surat Izin Mengemudi). Jadi baik pemakai jalan maupun polisi lalulintas, sama-sama mempunyai tanggung jawab terhadap keselamatan berkendara di jalan raya.

Minyak Goreng Stabil hanya Tinggal Janji - 5 Juni 2007

Awal Juni ini, sesuai janji dari Menteri perdagangan Mari Pangestu, seharusnya menjadi tenggat pemerintah untuk bisa menstabilkan harga minyak goreng di pasaran. Namun hingga minggu pertama Juni ini, janji pemerintah untuk bisa mengendalikan laju harga minyak goreng pupus sudah. Meskipun di beberapa wilayah sudah dilakukan OP (operasi pasar), namun tetap tak bisa membendung naiknya harga minyak goreng dari hari ke hari. Para pedagang kecil yang tadinya masih menunggu turunnya harga minyak, kini tidak mampu lagi menanggung kerugian akibat kenaikan harga minyak goreng dan bahan baku lainnya yang semakin melonjak. Mulai pedagang gorengan skala kecil hingga pedagang skala menengah seperti toko getuk dan toko mendoan, secara perlahan kini mulai menaikkan harga. Sementara pedagang kerupuk mulai mengecilkan produknya agar bisa menutup biaya produksi.Bila pada awal kenaikan harga ini, pemerintah ribut membahas mengapa harga minyak goreng merambat naik. Saat ini kenaikan harga sepertinya sudah dianggap sebagai hal yang wajar. Masyarakat dipaksa untuk menerima kenaikan harga ini tanpa memperoleh penjelasan yang memadai kenapa harga terus saja naik. Alasan yang selalu dikemukakan hingga ke lapisan bawah adalah adanya kenaikan harga CPO dan maraknya ekspor CPO ke luar negeri.Tentunya hal-hal ini harus bisa diatasi oleh pemerintah agar tidak ada lagi eksportir nakal yang menyunat kebutuhan dalam negeri. Jelas, adanya kenaikan harga minyak goreng ini semakin memberatkan masyarakat. Mengingat komoditi ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengolah makanan sehari-hari terutama bagi pengusaha yang produknya harus digoreng dan juga para ibu rumah tangga. Ditambah lagi saat ini beberapa harga kebutuhan seperti tepung terigu juga ikut naik. Janji tinggallah janji. Nyatanya di pasar, harga minyak goreng terus merambat naik dan masyarakat terpaksa menerima kenaikan itu. Entah cara apa lagi yang bisa dilakukan untuk menahan laju harga minyak goreng, Bila operasi pasar dianggap tidak cukup efektif untuk menstabilkan harga, harus ada alternatif upaya lain yang harus sesegera mungkin dilakukan, agar penderitaan rakyat tidak semakin berat.

Cuti Bersama- 4 Juni 2007

Hari Senin ini merupakan hari kerja pertama di bulan Juni setelah akhir minggu kemarin, sebagian besar para pekerja dan PNS menikmati long weekend. Tentunya bagi PNS, hari ini akan ramai memadati kantor. Karena selain habis libur panjang, hari ini mungkin juga akan menjadi hari gajian di beberapa instansi. Beberapa hari libur nasional tahun ini yang jatuh pada hari Jumat yang kemudian berekses pada adanya cuti bersama bagi pegawai memang menjadi polemik tersendiri. Dikarenakan hal ini berbuntut pada tertundanya beberapa pelayanan masyarakat. Banyak warga yang dibuat kecele dengan adanya cuti bersama. Pihak Pemkab menilai cuti bersama ini diadakan agar kealpaan kerja pada hari 'kejepit' bisa diminimalisir, sehingga lebih baik sekalian diliburkan. Sebagai gantinya warga akan mendapatkan tambahan pelayanan 1 jam pada hari-hari sesudahnya untuk mengganti waktu satu hari yang diliburkan. Bagi instansi/kantor yang menerapkan hari Sabtu libur, tentunya 'long weekend' merupakan sesuatu yang biasa. Namun bagi instansi yang pada hari Sabtu merupakan hari efektif kerja, kebijakan 'long weekend' jadi merupakan sesuatu yang dibuat-buat. Dulu, pernah ada satu alasan kenapa beberapa hari libur di'panjangkan'. Alasan tersebut adalah untuk meningkatkan pariwisata domestik. Apakah bila alasan ini dikemukakan akan berlaku di Banyumas? Selain berbagi alasan yang ada, keefektifan dari cuti bersama mungkin memang perlu dikaji. Sudah selayaknya, instansi pemerintah perlu meninjau ulang keefektifan dari libur bersama ini. Apakah memang meningkatkan kinerja pegawai atau justru melemahkannya. Bila memang cuti bersama ini dinilai efektif, pemerintah harus bisa mengemukakan apa kriteria efektif yang dimaksud. Dan apabila keberadaan cuti bersama ini malahan melemahkan kinerja, harus ada pengakuan jujur dari pemerintah untuk meminta maaf atas ketiadaan layanan pada hari yang seharusnya efektif tersebut. Dan selanjutnya penggantian jam atas hari yang diliburkan itupun harus ditinjau pelaksanaan operasionalnya, agar warga masyarakat tidak dirugikan dan dibuat kecele. (#)

Menyoal 'Kampanye Awal'- 28 Mei 2007

Seperti diketahui, pemasangan spanduk, stiker ataupun baligho para bakal calon Bupati Banyumas sudah dimulai. Di segala sudut kota hingga rumah warga tak luput dari pemasangan gambar calon Bupati, padahal masa kampanye belum juga dimulai. Entah apa jadinya Kota Purwokerto, bila masa kampanye resmi yang sesungguhnya sudah dimulai. Dalam hal ini tidak banyak yang bisa dilakukan pihak KPUD maupun pihak Panwas, karena kepanitiaan bekum juga terbentuk dan aturan-aturan belum ada. Alhasil yang dipersoalkan hanyalah apakah pemasangan tersebut melalui izin reklame atau tidak. Bertaburannya gambar-gambar para bakal calon yang akan mencalonkan diri pada Pilkada Banyumas kebanyakan memang hanya mengenalkan wajah para figurnya. Biasanya ditambah sedikit slogan Banyumasan atau slogan singkat. Namun tetap saja, dapat dikatakan ini merupakan kampanye 'yang lebih awal' dari waktunya. Tidaklah salah dari segi komunikasi politik untuk saling memulai mengenalkan diri kepada konstituen lebih awal. Namun apakah warga butuh mengenal para bakal calon tersebut hanya dari wajah saja. Lagipula ada syarat mutlak yang tidak bisa dikompromikan bagi para bakal calon untuk maju dalam Pilkada, yaitu harus mempunyai kendaraan politik, partai politik. Tentunya secara rasional politik, tahapan awal yang harus dilakukan para bakal calon untuk bisa terus maju adalah melakukan pendekatan-pendekatan pada Parpol yang ada agar bisa mengusungnya sebagai calon. Daripada memasang stiker, spanduk ataupun baligho di tempat-tempat umum, kedepan, diharapkan ada banyak hal positif lain yang bisa dilakukan para bakal calon ini untuk membuktikan bahwa dirinya mampu memimpin Banyumas. Apalagi bila kampanye masuk masa resminya. Diharapkan akan muncul strategi-strategi kampanye lain yang lebih berkualitas sehingga kegiatan kampenya 'terselubung ataupun resmi' bisa memberikan pendidikan politik bagi warga. Karena seyogyanya kampanye selain ajang pengenalan calon juga merupakan media pendidikan politik bagi warga untuk belajar berdemokrasi.(*)

Menyoal Prostitusi-19 Mei 2007

Terkuaknya kasus perdagangan anak di bawah umur yang ditemukan di wilayah Baturraden Purwokerto seakan menguak dan mengingatkan kita kembali masih adanya eksploitasi manusia terhadap manusia. Anak di bawah umur yang seharusnya masih dalam usia sekolah terpaksa melacurkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang saat ini kian menghimpit. Di tengah persaingan mencari kerja yang amat sulit saat ini, pilihan melacurkan diri pun dianggap mereka sebagai pilihan yang terpaksa dipilih. Perempuan dalam hal ini selalu menjadi korban, diperbudak di negeri orang (menjadi TKI) ternyata di negeri sendiri pun juga harus mengalami perbudakan. Perlu diakui, keberadaan Gang Sadar selama ini telah dikenal sebagai sentra pelacuran. Namun siapa yang mengakuinya? Dianggap sebagai lokalisasi pun tidak, dianggap sebagai pemukiman biasa pun amat naif, mengingat realitasnya di sana terjadi transaksi seks. Situasi demikian membuat perhatian terhadap keberadaan PSK (pekerja seks komersil) disana terabaikan. Terdapatnya pro kontra akan legalisasi sebuah tempat pelacuran memang tidak dapat terhindarkan karena menyangkut nilai budaya, agama dan moral yang ada di masyarakat. Di satu sisi, melegalkan tempat prostitusi akan dianggap melegalkan praktek pelacuran. Namun di sisi lain, membiarkan tanpa aturan sebuah lokalisasi juga berakibat buruk. Penyebaran penyakit seksual, akses yang tidak terbatas dari segala usia, baik pemakai maupun PSK-nya justru membuat dampaknya semakin tidak terukur dan meluas. Terlepas dari ada atau tidaknya pengakuan terhadap lokalisasi tersebut, penyuluhan kesehatan bagi warga dan pelarangan perdagangan anak mutlak diperlukan. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tempat pelacuran merupakan tempat dimana penyebaran penyakit menular seksual seperti HIV-AIDS lebih cepat beredar. Tentunya ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk memikirkan kembali keberadaan lokalisasi ini. Dibatasi atau dilarang sekaligus tentunya menuntut komitmen serius dari pemerintah untuk memikirkan ratusan atau bahkan ribuan orang yang mungkin menggantungkan nasibnya pada keberadaan 'lokalisasi' ini. (#)

Menyoal ADD-14 Mei 07

Minggu ini, beberapa desa di wilayah eks-Karesidenan Banyumas selain sedang sibuk menyelenggarakan Pilkades juga disibukkan dengan turunnya dana ADD (Alokasi Dana Desa). ADD sendiri merupakan instrumen bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan desa secara partisipatif. Diharapkan turunnya ADD ini dapat mewujudkan kemandirian desa. Desa yang mandiri merupakan kunci bagi kemandirian daerah dalam jangka panjang seiring tuntutan otonomi daerah. Pembangunan kemandirian desa secara bertahap melalui ADD ini diharapkan akan mengikis sifat ketergantungan desa yang ada selama ini. Bila masyarakat dipercaya menyelesaikan masalahnya, maka kreativitas dan ketahanan masyarakat akan berkembang. Dan ini akan menjadi modal penting menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, dalam penggunaan dan pengelolaan ADD diperlukan partisipasi yang luas dari warga desa. Partisipasi warga di sini seperti halnya dalam pelaksanaan Pilkades bukan hanya sekedar hak tetapi juga tanggungjawab. Pada dasarnya, ADD merupakan alat untuk mempercepat proses kemandirian masyarakat desa agar dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sebenarnya bisa mereka pecahkan sendiri di wilayahnya. Dengan adanya ADD, warga desa dapat belajar menangani kegiatan pembangunan secara swakelola dan akhirnya mereka semakin percaya diri untuk mandiri membangun desanya.Untuk itu sudah seharusnya seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan diketahui oleh warga secara luas. Sehingga dana bermilyar-milyar yang diturunkan akan mempunyai nilai guna dan bermanfaat bagi warga. Pemerintah desa seyogyanya bisa menjamin bahwa seluruh unsur dalam masyarakat desa dapat berperan aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan pemeliharaan berbagai proses serta hasil ADD. Yang perlu lagi digarisbawahi adalah bahwa penggunaan ADD haruslah dikerjakan oleh masyarakat desa sesuai dengan kemampuannya. Persyaratan desa yang mendapatkan ADD pun harus dicermati betul oleh pemerintah kabupaten. Karena bukan tidak mungkin ada desa yang membutuhkan dana namun tidak mendapatkan dan ada desa yang sudah mampu menhimpun dana namun masih kebagian dana ADD. Seberapapun besarnya dana tersebut, penggunaannya jelas harus bisa dipertanggungjawabkan dan bisa memberikan manfaat lebih bagi warga desa, tidak hanya perangkatnya.Akhirnya, selamat menggunakan dana ADD secara bertanggung jawab. (#)