Monday, May 7, 2007

Melihat Lagi Kebijakan Perburuhan - 1 Mei 2007

Salah satu persoalan yang tidak kunjung selesai dalam dunia perburuhan adalah soal pengupahan. Kebijakan pengupahan selalu menjadi perhatian baik oleh pengusaha maupun buruh-nya. Setiap tahun menjelang penetapannya, soal upah selalu mengundang polemik. Dahulu, kebijakan UMR (upah minimum regional) dipandang tidak mencerminkan kemampuan dari masing-masing wilayah. Oleh karenanya pada saat arus otonomi daerah marak, kebijakan itu pun berubah menjadi UMK (Upah Minimum Kabupaten) yang dianggap lebih bisa memperhatikan kemampuan masing-masing daerah dalam tingkat kabupaten. Yang menjadi permasalahan bagi para buruh dalam pembicaraan soal upah jelas bukanlah masalah terminologinya, melainkan komponen, standar dan item yang dimasukkan sebagai dasar perhitungan upah minimum. Perhitungan berdasarkan kebutuhan fisik minimum (KFM) dianggap tidak lagi manusiawi, kerenanya kemudian muncul konsep Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Konsep kebutuhan hidup layak tentunya mempunyai banyak standar dan karenanya meskiun telah ditetapkan selalu mengundang kontroversi. Belum lagi bila dikaitkan dengan kesiapan pengusaha memberlakukan UMK dan melihat lagi produktivitas usaha di tingkat lokal. Selain permasalahan pengupahan, masalah lain yang menjadi perhatian buruh saat ini adalah persoalan ketidakpastian kerja. Tingginya angka pengangguran membuat persaingan memperebutkan periuk nasi dengan bekerja sebagai buruh menjadi kesempatan yang langka. Krisis ekonomi dan kenaikan bahan baku yang bertubi-tubi membuat banyak usaha harus gulung tikar dan ini tentu saja membuat posisi buruh dari kerjanya akan terancam juga. Angka pengangguran yang tinggi, minimnya kesempatan kerja dan ketidakpastian usaha merupakan masalah besar lain yang harus dibenahi selain upah. Dari data dari Disnaker Banyumas, tercatat pada akhir Februari 2007 saja sekitar 27 ribu orang masih menunggu mendapatkan pekerjaan. Itu baru yang tercatat di Disnaker, tentunya puluhan ribu bahkan jutaan lainnya yang tidak mencatatkan diri di Disnaker perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pengentasan angka pengangguran diriingi penciptaan lapangan kerja merupakan 'PR' besar yang harus segera dituntaskan agar kepastian 'bisa' bekerja di Banyumas dapat meningkatkan potensi dan produktivitas buruh yang dengan sendirinya membuat potensi daerah terangkat.

No comments: